Iklim
Arti Penting Lingkungan Hidup Bagi Kehidupan
Bumi ini diwariskan dari nenek moyang kita dalam
keadaan yang sangat berkualitas dan seimbang. Nenek moyang kita telah
menjaga dan memeliharanya bagi kita sebagai pewaris bumi selanjutnya,
sehingga kita berhak dan harus mendapatkan kualitas yang sama persis
dengan apa yang didapatkan nenek moyang kita sebelumnya. Bumi adalah
anugerah yang tidak ternilai harganya dari Tuhan Yang Maha Esa karena
menjadi sumber segala kehidupan. Oleh karena itu, menjaga alam dan
keseimbangannya menjadi kewajiban kita semua secara mutlak tanpa syarat.
Masyarakat jaman dahulu telah menyadari benar
bahwa lingkungan hidup merupakan bagian kehidupannya. Dari catatan
sejarah diketahui bahwa pada abad ke-7, masyarakat di Indonesia sudah
membentuk suatu bagian yang bertugas mengawasi hutan, yang hampir sama
fungsinya dengan jabatan sekarang yang disebut dengan Perlindungan Hutan
dan Pelestarian Alam (PHPA). Masyarakat seperti ini sering kita sebut
masyarakat tradisional.
Kawasan hutan mereka bagi menjadi beberapa
bagian, ada yang boleh digarap yang disebut hutan rakyat, ada pula yang
boleh diambil hasil hutannya dengan syarat harus terlebih dahulu
menggantinya. Kawasan hutan ini sering disebut hutan masyarakat yang
berfungsi sebagai hutan produksi. Akan tetapi, ada pula hutan yang tidak
boleh digarap sama sekali. Hutan yang tidak boleh digarap ini merupakan
hutan adat. Kawasan hutan adat ini sangat tertutup, dan masyarakatnya
percaya bahwa hutan inilah yang menjaga wilayah mereka dari segala
bencana alam.
Pada hutan masyarakat, pohon boleh ditebang untuk
keperluan masyarakat, akan tetapi sebelum ditebang harus menanam
terlebih dahulu pohon yang sama jenisnya di samping pohon yang akan
ditebang sehingga mereka tetap mewariskan lingkungan alam yang sama
terhadap anak cucunya. Hal ini menunjukkan betapa baiknya mereka menjaga
lingkungan untuk diteruskan kepada generasi yang akan datang.
Perkembangan jumlah penduduk yang cepat serta
perkembangan teknologi yang makin maju, telah mengubah pola hidup
manusia. Bila sebelumnya kebutuhan manusia hanya terbatas pada kebutuhan
primer dan sekunder, kini kebutuhan manusia telah meningkat kepada
kebutuhan tersier yang tidak terbatas. Kebutuhan manusia tidak hanya
sekedar kebutuhan primer untuk dapat melangsungkan kehidupan seperti
makan dan minum, pakaian, rumah, dan kebutuhan sekunder seperti
kebutuhan terhadap pendidikan, kesehatan, akan tetapi telah meningkat
menjadi kebutuhan tersier yang memungkinkan seseorang untuk memilih
kebutuhan yang tersedia. Kebutuhan tersier telah menyebabkan perubahan
yang besar terhadap pola hidup manusia menjadi konsumtif.
Bagi yang mampu, semua kebutuhan dapat dipenuhi
sekaligus, dan bagi yang memiliki kemampuan terbatas harus memilih
sesuai kemampuannya. Akan tetapi, semua orang yang telah tersentuh oleh
kemajuan jaman akan berusaha mendapatkannya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak sekedar terpenuhi akan tetapi selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan.
C. Bentuk-bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup dan Faktor Penyebabnya
Meningkatnya jumlah penduduk serta kebutuhan
tersier yang semakin banyak sebagai akibat perkembangan teknologi yang
pesat, telah menyebabkan tekanan terhadap sumber daya alam dan
lingkungan semakin berat. Jumlah penduduk dunia yang sekarang telah
lebih dari 6 miliar jiwa, tidak hanya memerlukan kebutuhan primer dan
sekunder, akan tetapi juga memerlukan kebutuhan tersier dalam jumlah
besar. Pertumbuhan penduduk dalam jumlah besar, telah banyak mengubah
lahan hutan menjadi lahan permukiman, pertanian, industri, dan
sebagainya. Hal ini mengakibatkan luas lahan hutan terus mengalami
penyusutan dari tahun ke tahun, terutama di negara-negara miskin dan
negara berkembang. Demikian pula kebutuhan tersier yang terus mengalami
peningkatan, baik dalam jumlah maupun kualitasnya, menyebabkan
industri-industri berkembang dengan pesat. Perkembangan industri yang
pesat, membutuhkan sumber daya alam berupa bahan baku dan sumber energi
yang sangat besar pula. Sebagai akibatnya, sumber-sumber bahan baku dan
energi terus dikuras dalam jumlah besar. Cadangan sumber daya alam di
alam semakin merosot, hutan-hutan semakin rusak karena banyaknya pohon
yang diambil untuk kebutuhan bahan baku industri, apalagi bila tidak
diimbangi dengan usaha reboisasi akan menimbulkan bencana pencemaran
terhadap udara, air, dan tanah, yang akhirnya menganggu kehidupan
manusia.
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia
tahun 1972 di Stockholm (Swedia), telah mengangkat masalah lingkungan
hidup tidak hanya menyangkut masalah suatu negara akan tetapi merupakan
masalah dunia. Konferensi yang diadakan pada tanggal 5-16 Juni 1972 di
Stockholm, diikuti oleh 113 negara dan puluhan peninjau, merupakan
pertemuan besar dan sangat penting bagi masa depan lingkungan hidup
manusia. Dari salah satu hasil konferensi Stockholm itu, dibentuklah
satu badan PBB yang menangani masalah-masalah lingkungan yang disebut
“United Nations Environment Programme” atau UNEF. Konferensi juga
menetapkan tanggal 5 Juni sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”.
Pencemaran lingkungan yang terjadi di suatu
negara, akan berdampak pula pada negara lain bahkan dunia. Untuk itu
selalu diperlukan kerja sama yang baik antara negara-negara di dunia
untuk menangani masalah lingkungan. Kerusakan hutan di Indonesia tidak
hanya berpengaruh terhadap keadaan iklim di Indonesia, akan tetapi
berakibat pula terhadap perubahan iklim global (dunia secara
menyeluruh).
Peningkatan karbon dioksida (CO2) di
udara menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah alih bahasa
dari Greenhouse effect. Greenhouse adalah rumah atau bangunan yang atap
dan dindingnya terbuat dari kaca, hanya rangkanya terbuat dari besi atau
kayu. Rumah ini bukan untuk tempat tinggal tetapi digunakan oleh petani
di daerah dingin atau subtropik untuk bercocok tanam. Walaupun suhu di
luar sangat dingin pada musim gugur dan musim dingin, tetapi di dalam
rumah kaca udaranya tetap hangat sehingga tanaman di dalamnya tetap
hijau. Suhu udara yang hangat di dalam rumah kaca walaupun pada musim
gugur dan musim dingin dapat dijelaskan sebagai berikut.
Radiasi sinar matahari pada siang hari menembus
kaca masuk ke dalam rumah kaca. Radiasi sinar matahari yang diterima
benda dan permukaan rumah kaca dipantulkan kembali berupa sinar infra
merah. Tetapi pantulan tersebut tertahan oleh dinding dan atap kaca
sehingga panas yang dapat keluar dari rumah kaca itu hanya sebagian
kecil sedangkan sebagian besar terkurung di dalam rumah kaca. Akibatnya
udara di dalam rumah kaca menjadi hangat walaupun di luar udaranya
sangat dingin.
Di permukaan bumi yang berfungsi sebagai atap
kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer. Atmosfer bumi mengandung
berbagai macam gas dan partikel-partikel berupa benda-benda padat
seperti debu. Di antara berbagai gas di udara, yang berfungsi sebagai
gas rumah kaca antara lain karbon dioksida (CO2), metana (CH4), gas nitrogen, ozon (O3),
Klorofluorokarbon (CFC), dan lain-lain. Di antara gas-gas tersebut yang
paling dominan berfungsi sebagai rumah kaca adalah karbon dioksida (CO2) yang disebut pula dengan gas rumah kaca.
Perkembangan industri yang begitu pesat, telah
mengganggu keseimbangan gas karbon dioksida di udara. Pembakaran minyak
tanah, bensin, solar, batu bara, untuk menggerakkan pabrik-pabrik.
Demikian pula kendaraan bermotor yang menggunakan bensin atau solar
sebagai bahan bakar, pembakaran lahan dan kebakaran hutan, dan
tain-lain, telah menambah jumlah karbon dioksida di udara.
Gas rumah kaca sebenarnya sangat diperlukan dalam
mengatur suhu di permukaan bumi, yaitu menyerap dan memantulkan kembali
sinar matahari. Bila gas ini tidak ada di udara beserta dengan gas-gas
lainnya yang berfungsi sebagai gas rumah kaca maka sinar matahari yang
diterima bumi akan di pantulkan semuanya ke ruang angkasa sehingga pada
malam hari suhu di permukaan bumi sangat dingin, dan pada siang hari
sangat panas sekali seperti di bulan sehingga tidak dapat dijadikan
tempat tinggal.
Masalah gas rumah kaca muncul karena kegiatan
manusia semakin banyak menghasilkan gas rumah kaca, terutama karbon
dioksida. Menurut hasil penelitian para ahli, semakin banyak gas karbon
dioksida dilepaskan ke udara dari hasil kegiatan manusia, akan semakin
mempercepat kenaikan suhu di permukaan bumi. Kenaikan suhu di permukaan
bumi akan mempengaruhi iklim di bumi, dan akan berdampak negatif pada
kehidupan di muka bumi.
Suhu global (secara keseluruhan) rata-rata
meningkat 0,6 °C. Hal ini berpengaruh pula terhadap iklim global yaitu
iklim di seluruh permukaan bumi.
Kenaikan suhu di permukaan bumi menyebabkan
lapisan es yang berada di kutub banyak yang mencair, dan pada akhirnya
dapat menenggelamkan kawasan-kawasan yang rendah seperti dataran-dataran
pantai, dan pulau-pulau yang rendah.
Peningkatan gas karbon dioksida yang terus
berlangsung, dan tanpa ada tindakan manusia untuk menguranginya,
diramalkan 100 tahun yang akan datang suhu bumi akan naik antara 3°-4°C.
Kenaikan suhu sebesar ini akan menyebabkan perubahan iklim yang cukup
berarti, dan akan disertai pula dengan berbagai bencana alam seperti
angin badai, naiknya permukaan laut, mencairnya es di puncak-puncak
gunung dan es di kutub, punahnya flora dan fauna yang tidak tahan
terhadap perubahan, dan sebagainya.
Permasalahan pemanasan global seperti diuraikan
di atas, tentunya sangat mengkhawatirkan dunia Internasional. Untuk
membicarakan hal ini, diadakan “Konvensi Perubahan Iklim” (United
Nations Frame Work Convention on Climate Change) di Kota Kyoto (Jepang)
pada tahun 1997 yang dihadiri oleh 170 negara untuk membahas
pembatasan-pembatasan gas-gas penyebab efek rumah kaca. Pada sidang
tersebut, para ilmuwan PBB melaporkan bahwa pemanasan global akan
meningkatkan penyakit, mengakibatkan kegagalan panen, dan meningginya
permukaan laut.
Pada waktu kebakaran hutan secara meluas di
Indonesia beberapa waktu yang lalu telah terjadi emisi gas karbon
dioksida terbesar yang dihasilkan dari kebakaran tersebut.
Kita harus ingat istilah “Hanya Satu Bumi”, yang
berarti bumi tidak membedakan apakah emisi gas karbon dioksida itu
berasal dari negara A atau B, dari negara maju atau negara berkembang,
tetapi yang jelas peningkatan gas karbon dioksida terjadi di bumi.
Pertemuan Kyoto merupakan langkah awal untuk
mengurangi polusi karbon dioksida di udara dengan mengurangi penggunaan
bahan bakar seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, yang disebut
dengan bahan bakar fosil dan menggantikannya dengan bahan bakar yang
dapat diperbarui, misalnya sumber energi yang berasal dari tenaga surya
dan angin. Selain itu, pabrik-pabrik yang menggunakan energi fosil perlu
diganti dengan pabrik-pabrik baru yang berteknologi tinggi, yang lebih
bersih terhadap lingkungan. Permasalahannya sekarang adalah biaya yang
harus dikeluarkan untuk melakukan pengurangan gas rumah kaca tersebut
sangat besar sekali, mencapai ratusan bahkan ribuan miliar dollar. Suatu
nilai yang sangat menakjubkan.
Untuk mengurangi gas rumah kaca, diperlukan dana
yang sangat besar. Kendaraan-kendaraan bermotor yang selama ini
menggunakan bahan bakar minyak atau gas, bila diganti dengan energi lain
menyebabkan harga kendaraan menjadi sangat mahal sehingga konsumen akan
keberatan. Hal ini merupakan kendala utama untuk menuju program langit
biru, yaitu program yang menjadikan udara bersih dari polusi, masih jauh
dari harapan.
Masalah lingkungan hidup sebenarnya tidak hanya
pada emisi gas karbon dioksida. Permasalahan lingkungan hidup cukup
kompleks. Penebangan hutan yang menyebabkan banjir, pencemaran terhadap
air oleh limbah-limbah industri, pembuangan sampah ke dalam sungai
(termasuk sampah rumah tangga), pencemaran terhadap tanah, dan
sebagainya, merupakan ancaman bagi kehidupan manusia.
Ancaman banjir setiap musim hujan di berbagai
belahan dunia termasuk di Indonesia, adalah akibat dari perbuatan
manusia sendiri yang menebang hutan untuk mengejar keuntungan sesaat.
Berbagai wilayah di Indonesia setiap musim hujan dilanda banjir dan
tanah longsor, baik kota maupun luar kota.
Penataan ruang kota yang kurang memperhatikan
dampak lingkungan, serta kehancuran hutan-hutan di daerah tangkapan air,
menjadi penyebab utama banjir di Jakarta.
Penanggulangan banjir seperti di Jakarta dan
kota-kota lainnya, tidak hanya diperlukan penataan di dalam kota seperti
pembuatan saluran pembuangan air dan tempat penampungan air, akan
tetapi daerah tangkapan air hujan di daerah hulu sungai perlu di tata
kembali, hutan-hutan yang rusak perlu direhabilitasi.
Luas hutan di Pulau Jawa telah berada jauh di
bawah luas hutan yang ideal yaitu ± 40% dari luas wilayah. Luas hutan di
Jawa Barat (termasuk Provinsi Banten) hanya tinggal 21%, Jawa Tengah
20%, Jawa Timur 28%, rata-rata luas hutan di Pulau Jawa tinggal 23%.
Demikian pula halnya hutan di pulau-pulau lainnya seperti di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain, kerusakan hutan terus bertambah
luas karena faktor manusia. Satwa-satwa yang ada di dalam hutan hidupnya
semakin terancam dan merana karena habitat mereka yang merupakan tempat
hidupnya telah dirusak oleh manusia untuk memperoleh keuntungan.
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di
dunia yaitu sekitar 3,5 juta hektar dari total luas hutan mangrove dunia
sebesar 15 juta hektar. Tetapi luasnya terus mengalami kemerosotan
karena telah berubah fungsi. Hutan mangrove yang berfungsi sebagai
benteng terhadap abrasi (kikisan air laut), serta tempat hidup dan
bertelur berbagai jenis ikan laut, banyak yang telah berubah fungsi
menjadi tambak-tambak ikan, dan kepentingan-kepentingan lainnya.
Kayu-kayu di hutan mangrove ditebangi untuk dijual dan dijadikan kayu
arang. Akibatnya kerusakan hutan bakau yang terus meningkat tidak
terhindarkan. Di pantai utara Pulau Jawa diperkirakan 90% telah rusak,
demikian pula halnya pada pantai-pantai lainnya walaupun belum seberat
kerusakan hutan bakau di Pantai Utara Jawa.
Malapetaka alam seperti intrust (penyusupan) air
laut ke daratan, abrasi dan banjir sulit dihindari. Demikian pula
kegiatan masyarakat pantai yang menangkap udang, ikan, kepiting, dan
lain-lain, akan semakin sulit akibat rusaknya lingkungan hutan mangrove.
Tindakan-tindakan manusia di atas telah
menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi lingkungan, dan pada akhirnya
akan memberikan dampak buruk pula terhadap manusia sendiri.
Kerusakan lingkungan yang disebabkan berbagai
faktor sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, akan menimbulkan
berbagai dampak yang sangat merugikan dan mengganggu kehidupan manusia.
Flora dan fauna akan banyak yang punah, meningkatnya penyakit pada
manusia, penurunan hasil panen, kemarau yang berkepanjangan. Atau
sebaliknya, curah hujannya sangat tinggi yang menimbulkan banjir besar,
kekeringan air pada musim kemarau, rusaknya terumbu karang, dan
sebagainya.
Manusia harus sadar betapa pentingnya arti
lingkungan hidup bagi kehidupan. Keserakahan yang menyebabkan rusaknya
lingkungan hidup harus dibayar dengan sangat mahal.
D. Bentuk-bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup yang Disebabkan oleh Proses Alam dan Kegiatan Manusia
1. Kerusakan Lingkungan Hidup oleh Faktor Alam
Kerusakan lingkungan yang disebabkan faktor alam
pada umumnya merupakan bencana alam seperti letusan gunung api, banjir,
abrasi, angin puting beliung, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya.
Indonesia sebagai salah satu zona gunung api dunia, sering mengalami
letusan gunung api akan tetapi pada umumnya letusannya tidak begitu kuat
sehingga kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya terbatas di daerah
sekitar gunung api tersebut, seperti flora dan fauna yang tertimbun arus
lumpur (lahar), awan panas yang mematikan, semburan debu yang
menimbulkan polusi udara, dan sebagainya.
Banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang
sangat tinggi, diikuti pula dengan kerusakan hutan yang semakin meluas.
Banjir yang sering pula disertai dengan tanah longsor telah menimbulkan
kerusakan terhadap lingkungan kehidupan.
Kerusakan lingkungan hidup di tepi pantai
disebabkan oleh adanya abrasi yaitu pengikisan pantai oleh air laut yang
terjadi secara alami. Untuk menyelamatkan pantai dari kerusakan akibat
abrasi, perlu dibangun tanggul-tanggul pemecah ombak yang berfungsi
sebagai penahan abrasi di tepi pantai.
Angin tornado di Amerika Serikat, akan
menimbulkan kerusakan lingkungan seperti tumbangnya pohon-pohonan,
banyak rumah-rumah dan tanaman yang rusak, jaringan listrik yang putus,
dan sebagainya.
Gempa bumi adalah kekuatan alam yang berasal dari
dalam bumi, menyebabkan getaran terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi
sering terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Gempa
bumi yang lemah tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan, tetapi bila
gempa yang terjadi sangat kuat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan
yang besar.
2. Kerusakan Lingkungan Hidup yang Disebabkan oleh Kegiatan Manusia
Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan
manusia jauh lebih besar dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh proses alam. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan manusia berlangsung secara terus menerus dan makin lama makin
besar pula kerusakan yang ditimbulkannya. Kerusakan lingkungan yang
disebabkan kegiatan manusia terjadi dalam berbagai bentuk seperti
pencemaran, pengerukan, penebangan hutan untuk berbagai keperluan, dan
sebagainya.
Limbah-limbah yang dibuang dapat berupa limbah
cair maupun padat, bila telah melebihi ambang batas, akan menimbulkan
kerusakan pada lingkungan, termasuk pengaruh buruk pada manusia. Salah
satu contoh kasus pencemaran terhadap air yaitu “Kasus Teluk Minamata”
di Jepang. Ratusan orang meninggal karena memakan hasil laut yang
ditangkap dari Teluk Minamata yang telah tercemar unsur merkuri (air
raksa). Merkuri tersebut berasal dari limbah-limbah industri yang
dibuang ke perairan Teluk Minamata sehingga kadar merkuri di teluk
tersebut telah jauh di atas ambang batas.
Kasus-kasus pencemaran perairan telah sering
terjadi karena pembuangan limbah industri ke dalam tanah, sungai, danau,
dan laut. Kebocoran-kebocoran pada kapal-kapal tanker dan pipa-pipa
minyak yang menyebabkan tumpahan minyak ke dalam perairan, menyebabkan
kehidupan di tempat itu terganggu, banyak ikan-ikan yang mati,
tumbuh-tumbuhan yang terkena genangan minyak pun akan musnah pula.
Pengerukan yang dilakukan oleh perusahaan
pertambangan seperti pertambangan batu bara, timah, bijih besi, dan
lain-lain telah menimbulkan lubang-lubang dan cekungan yang besar di
permukaan tanah sehingga lahan tersebut tidak dapat digunakan lagi
sebelum direklamasi.
Penebangan-penebangan hutan untuk keperluan
industri, lahan pertanian, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya telah
menimbulkan kerusakan lingkungan kehidupan yang luar biasa. Kerusakan
lingkungan kehidupan yang terjadi menyebabkan timbulnya lahan kritis,
ancaman terhadap kehidupan flora, fauna dan kekeringan.
E. Usaha-usaha Pelestarian Lingkungan Hidup
Beberapa usaha yang dilakukan untuk pelestarian lingkungan hidup antara lain yaitu sebagai berikut.
1. Bidang Kehutanan
Kerusakan hutan yang semakin parah dan meluas,
perlu diantisipasi dengan berbagai upaya. Beberapa usaha yang perlu
dilakukan antara lain :
a. Penebangan pohon dan penanaman kembali agar dilakukan dengan seimbang sehingga hutan tetap lestari.
b. Memperketat pengawasan terhadap
penebangan-penebangan liar, dan memberikan hukuman yang berat kepada
mereka yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
c. Penebangan pohon harus dilakukan secara
bijaksana. Pohon yang ditebang hendaknya yang besar dan tua agar
pohon-pohon yang kecil dapat tumbuh subur kembali.
d. Melakukan reboisasi (penanaman hutan kembali)
pada kawasan-kawasan yang hutannya telah gundul, dan merehabilitasi
kembali hutan-hutan yang telah rusak.
e. Memperluas hutan lindung, taman nasional,
dan sejenisnya sehingga fungsi hutan sebagai pengatur air, pencegah
erosi, pengawetan tanah, tempat perlindungan flora dan fauna dapat tetap
terpelihara dan lestari.
2. Bidang Pertanian
a. Mengubah sistem pertanian berladang
(berpindah-pindah) menjadi pertanian menetap seperti sawah, perkebunan,
tegalan, dan sebagainya.
b. Pertanian yang dilakukan pada lahan tidak
rata (curam), supaya dibuat teras-teras (sengkedan) sehingga bahaya
erosi dapat diperkecil.
c. Mengurangi penggunaan pestisida yang banyak
digunakan untuk pemberantasan hama tanaman dengan cara memperbanyak
predator (binatang pemakan) hama tanaman karena pemakaian pestisida
dapat mencemarkan air dan tanah.
d. Menemukan jenis-jenis tanaman yang tahan hama sehingga dengan demikian penggunaan pestisida dapat dihindarkan.
3. Bidang Industri
a. Limbah-limbah industri yang akan dibuang ke
dalam tanah maupun perairan harus dinetralkan terlebih dahulu sehingga
limbah yang dibuang tersebut telah bebas dari bahan-bahan pencemar. Oleh
karena itu, setiap industri diwajibkan membuat pengolahan limbah
industri.
b. Untuk mengurangi pencemaran udara yang
disebabkan oleh asap industri yang berasal dari pembakaran yang
menghasilkan CO (Karbon monooksida) dan CO2 (karbon
dioksida), diwajibkan melakukan penghijauan di lingkungan sekitarnya.
Penghijauan yaitu menanami lahan atau halaman-halaman dengan tumbuhan
hijau.
c. Mengurangi pemakaian bahan bakar minyak bumi
dengan sumber energi yang lebih ramah lingkungan seperti energi listrik
yang dihasilkan PLTA, energi panas bumi, sinar matahari, dan
sebagainya.
d. Melakukan daur ulang (recycling) terhadap
barang-barang bekas yang tidak terpakai seperti kertas, plastik,
aluminium, best, dan sebagainya. Dengan demikian selain memanfaatkan
limbah barang bekas, keperluan bahan baku yang biasanya diambil dari
alam dapat dikurangi.
e. Menciptakan teknologi yang hemat bahan bakar, dan ramah lingkungan.
f. Menetapkan kawasan-kawasan industri yang jauh dari permukiman penduduk.
4. Bidang Perairan
a. Melarang pembuangan limbah rumah tangga,
sampah-sampah, dan benda-benda lainnya ke sungai maupun laut karena
sungai dan laut bukan tempat pembuangan sampah.
b. Perlu dibuat aturan-aturan yang ketat untuk
penggalian pasir di laut sehingga tidak merusak lingkungan perairan laut
sekitarnya.
c. Pengambilan karang di laut yang menjadi tempat berkembang biak ikan-ikan harus dilarang.
d. Perlu dibuat aturan-aturan penangkapan ikan
di sungai/laut seperti larangan penggunaan bom ikan, pemakaian pukat
harimau di laut yang dapat menjaring ikan sampai sekecil-kecilnya, dan
sebagainya.
5. Flora dan Fauna
Untuk menjaga kepunahan flora dan fauna langka, beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain :
a. Menghukum yang seberat-beratnya sesuai
dengan undang-undang bagi mereka yang mengambil flora dan memburu fauna
yang dilindungi.
b. Menetapkan kawasan perlindungan bagi flora dan
fauna langka seperti Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, dan
lain-lain.
6. Perundang-undangan
Melaksanakan dengan konsekuen UU No. 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan memberikan sanksi hukuman
yang berat bagi pelanggar-pelanggar lingkungan hidup sesuai dengan
tuntutan undang-undang.
Sumber:http://green.kompasiana.com/iklim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar